Salam Persahabatan

SAMPAIKAN KOMENTAR ANDA

Selasa, 14 Juli 2009

Hikmah dibalik musibah

Sebuah bencana atau musibah seringkali datang tiba-tiba, dan tentu saja tanpa diharapkan, kedatangannya seringkali pada saat manusia dalam keadaan lengah. Begitu pula bencana nasional yang kali ini melanda Indonesia di kawasan Jogyakarta dan Jawa-Tengah berupa gempa dengan kekuatan 5,9 skala lichter, tidak ada yang menyangka sebelumnya bahwa akan terjadi gempa seperti ini, karena sebelumnya di daerah tersebut dikhawatirkan terjadi ledakan gunung merapi yang sejak beberapa waktu yang lalu aktif dan mulai mengeluarkan awan panas dan pijaran api. Tentu saja, persiapan penyelamatan yang dilakukan pemerintah setempat dikonsentrasikan untuk mengevakuasi korban jauh dari pusat ledakan gunung merapi. Namun, siapa yang menduga kalau kemudian yang terjadi malah gempa yang meluluhlantakan kota Jogyakarta, Jawa-Tengah dan sekitarnya. Dalam kondisi seperti itu, manusia seolah diingatkan kembali pada keterbatasannya selaku makhluk penghuni bumi, yang keberadaannya hanyalah sekedar menjalankan peran yang diamanahkan Illahi, penguasa alam semesta, tidak punya daya dan kekuatan apa-apa, sekalipun seorang mbah Maridjan yang mengaku dirinya bisa berkomunikasi dengan penguasa gunung Merapi, padahal jelas-jelas apa yang dia kemukakan menyalahi ketentuan Alloh, siapakah penguasa gunung Merapi sebenarnya? Apakah mungkin jin, dedemit yang notabene adalah kelompok syaithon dimana derajatnya jauh lebih hina dari manusia? Dalam kondisi seperti ini sudah selayaknya kita selaku manusia yang tidak punya daya dan kekuasaan apa-apa berinstropeksi diri dengan memaknai musibah seperti halnya shohabat Rosululloh SAW yaitu Umar bin Khottob dalam memaknai atau mengambil hikmah dari sebuah musibah, beliau katakan setiap kali kita kena musibah, sesungguhnya disana ada 4 ni’mat Alloh, yaitu pertamaTetaplah tenang selama musibah itu tidak menimpa keimanan kita, karena sesungguhnya musibah yang paling besar adalah apabila keimanan kita sesat dari jalan Alloh dengan berdo’a “ Ya Alloh, jangan timpakan musibah pada keimanan kami. Dan janganlah Engkau jadikan dunia sebagai pusat perhatian kami”. Kedua Yakinlah bahwa musibah yang menimpa dia tidak seberapa, karena ada musibah yang lebih besar lagi dari musibah yang menimpa kita ini dengan mengucapkan “Innalillahi Wainna Ilaihi Rooji’un”. Ketiga,Ridho terhadap segala ketentuan-Nya, karena Ridho lebih besar tingkatannya daripada sabar, seperti kisah Nabi Yakub yang kehilangan nabi Yusuf anaknya, beliau tetap sabar dan Ridho menerima kenyataan bahwa anaknya telah hilang, sampai akhirnya bertahun-tahun kemudian Alloh mempertemukan mereka. Keempat,Berharap Alloh memberi ganjaran terhadap musibah itu. Karena “Sesungguhnya segala bentuk musibah (cobaan) adalah pengangkat derajat orang yang mendapatkan musibah tersebut, pelipat ganda kebajikan, penghapus dosa, selama musibah tersebut dihadapi dengan sabar dan ikhlas, maka dosa akan berguguran sebagaimana rontoknya daun-daun” hal ini pula yang kemudian membuat Umar bin Khottob tidak memandang musibah sebagai musibah tapi pembawa ni’mat.

Sudah saatnya kita manusia yang lemah ini bangun dan tersadar, hilangkan segala sifat uzub atau sombong, takabur dengan merendahkan diri dihadapan Alloh, merendahkan hati dihadapan sesama manusia. Gempa yang meluluhlantakan Jogyakarta, Jawa-Tengah dan sekitarnya hanyalah satu dari sekian musibah yang ada dalam kehidupan kita, namun tetaplah yakin bahwa semakin bertambahnya keimanan akan semakin banyak ujian yang kita hadapi “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan saja (mengatakan) Kami telah beriman sedang mereka tidak diuji lagi?”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Daftar Blog Saya