Disebuah
keheningan malam, di saat orang-orang masih terbuai dalam peraduan, terdengar
sayup-sayup seorang perempuan melafalkan kalam illahi
“Ahasibannaasu
anyutrokuu anyaquulu aamanna wahum laa yuftanuun
Walaqod
fatannalladziina minqoblihim falaya’lamnnallohulladziina shodaquu walaya’lamannal
kaadzibiin.” (Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya
dengan mengatakan “Kami telah beriman”, dan mereka tidak diuji? Dan sungguh,
Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Alloh pasti mengetahui
orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta)
Berulang-ulang dibacanya ayat tersebut
dengan airmata yang tak kuasa dibendungnya, sajadahnya sudah basah, sobekan surat berserakan disekitar tempatnya sholat, mengadukan
seluruh kepedihan hidup hanya kepada-Nya melalui sujud yang panjang,
dikeheningan malam. Sungguh tak disangka
akan beginilah jawaban yang dia dapatkan dari seorang laki-laki yang selama ini
menghiasi hari-hari dihatinya walau jauh dari pandangan mata, seorang lelaki
yang dia yakini akan merajut masa depan dengan kebersamaan membina mahligai
rumahtangga bersamanya. Padahal, dia
sudah mempesiapkan diri untuk mendapatkan jawaban ini, karena dia tahu
perjuangan untuk menjadi seorang muslimah sejati memerlukan pengorbanan yang
cukup tinggi termasuk kesenangan duniawi, maka…..jauh sebelum dia memberikan
penawaran pada lelaki tersebut, dalam sholatnya selalu dikumandangkan do’a “ Ya
Alloh….apabila dia jodohku, dekatkan, permudahkan dan berikan pula hidayah
padanya agar kami bisa membangun keluarga dakwah bersama-sama, namun apabila
dia bukan jodohku, jauhkanlah…. beri aku kekuatan,keikhlasan menerima kenyataan
yang Engkau berlakukan, berikan aku pengganti yang lebih baik daripadanya….”.
Sebagai seorang wanita yang baru semangat dalam memperdalam agamanya, dia
menginginkan segala sesuatu berjalan baik, langkah awal yang dia lakukan adalah
mengajak kekasihnya untuk memperdalan agama pula agar ketika mereka membina rumahtangga
dapat berjalan seiringan, kemungkinan terburuk dari jawaban kekasihnya dia
sudah mempersiapkan diri. Tapi,
sungguh…dia ternyata hanya seorang manusia biasa, ketika tawaran pertama tak
mendapat tanggapan, dia memberikan penawaran ke dua dengan sedikit
mengancam, dia tidak ingin hubungan
mereka tidak ada kepastian, sementara dia sudah tahu bahwa hal ini melanggar
etika agama, atau hubungan mereka selayaknya teman, dan….inilah akhir dari
penantiannya yang panjang, sang kekasih memberikan jawaban pasti, lebih baik
berteman biasa daripada harus melamarnya segera tanpa kesiapan materi yang
cukup, walaupun sudah berpenghasilan.
Inilah jawaban yang menghentakkan bathinnya, dia seperti terbangun dari
mimpi yang panjang, bahwa dia sudah demikian terlena dari pesona dunia,
ah…harga dirinya selaku seorang wanita seperti tercampakan, kesetiaannya seolah
tersia-siakan. Bathinnya menangis,
mengharu-biru, inilah rupanya ujian pertama atas kesetiaannya pada sang
pencipta, apakah kesetiaan pada makhluk akan mengalahkan kesetiaannya pada sang
Kholiq ? dan… seolah-olah sang kholiq ingin membuktikan kasihsayangNya, tak
lama dari jawaban yang diberikan kekasihnya, terdengar kabar bahwa ternyata
sang kekasih terlibat “cin-lok” alias “ cinta lokasi “, ini semakin membuktikan
siapa sebenarnya lelaki yang sudah begitu dicintai selama 5 tahun ini…………
Ternyata, untuk menuju keikhlasan
memang bukan suatu hal yang mudah, hampir sama ketika dia harus kehilangan ibu
dulu (walaupun lebih berat) berjuang melawan hawa nafsu amarah dan perasaan
dicampakan juga bukan suatu hal mudah, “ Kamu tidak dicampakan, tapi kamu
diselamatkan, ternyata dia bukan laki-laki yang baik buatmu…” kakaknya berusaha
membesarkan hatinya, padahal baru beberapa waktu yang lalu dengan yakinya dia
katakan pada ayah, kalau sang kekasih pasti datang melamarnya. Reaksi dari semua itu adalah dia terkapar
sakit cukup lama, seolah sang kholiq memberikan kesempatan pada dirinya untuk
berdzikir menenangkan diri, sekaligus instropeksi atas janji setianya pada sang
Kholiq, “ Ya Alloh….beri aku kekuatan, beri aku keikhlasan, palingkan aku dari
masalaluku yang suram………” tanpa sadar,kebencian dan ketidak percayaan pada
lelaki yang pernah menjadi kekasihnya selalu dia hembuskan dalam hatinya
seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran dia untuk menerima ketentuan-Nya.
Dua tahun dari kejadian tersebut,
seorang ustadzah menawarkan seorang lelaki sholeh, ta’at, walaupun belum
berpenghasilan tetap, “ Maaf ibu, bukan saya tidak percaya sama ibu, bisakah
saya menguji kesungguhannya?” “ Ya,
tentu saja…” “ Rumah ayah saya ratusan
kilometer dari sini, bisakah dia datang dulu berkenalan dengan ayah dan
keluarga saya?” Begitulah…jauh dilubuk
hatinya selaku makhluq yang dhoif memang kadang terlintas kekhawatiran untuk
dikecewakan lagi, namun ternyata lelaki ini memang sholeh dan
besungguh-sungguh, walau penghasilan belum mencukupi, tempat jauh dicapai, dia
datang dengan gagah berani membawa izzah seorang muslim yang memuliakan wanita,
mengemukakan kesungguhan, untuk segera datang melamar……
Malam ini, perempuan itu tafakur lagi,
sajadahnya basah, tapi kali ini dia menangis bahagia, bahagia karena dia bisa
memerangi hawa nafsunya, bahagia karena ternyata Alloh dengan cepat memberikan
pengganti seorang lelaki yang lebih baik dari lelaki kemarin, bahagia karena
esok hari akan ada seorang lelaki sholeh meminang sekaligus menikahinya, walau
perasaannya sebagai manusia biasa terhadap lelaki bekas kekasihnya dulu
seringkali timbul tenggelam antara cinta dan benci, namun dia yakin selama
kedekatannya pada sang Kholiq tetap dijaga, maka Dia akan menjaganya pula “ Intansurullohu yansurkum, wayutsabit
aqdamakum” – Barang siapa menolong agama Alloh, maka Alloh akan menolong
mereka.
Bekasi, mei 2006
Diilhami dari cerita seorang teman
Ummu Mush’ab