Salam Persahabatan

SAMPAIKAN KOMENTAR ANDA

Jumat, 21 Januari 2011

ISTRI


Aug 30, '07 10:07 AM
for everyone
Buat manusia istimewa dalam hidup ini...
dan juga isteri-isteri pejuang...
serta untuk isteri seorang pejuang Isteriku....
Apabila kusentuh telapak tanganmu...

Saat kuusap dan kurasakan guratannya,
Kudapatkan parutan kasar dan semakin kasar....
Dan ketika kupandangi wajahmu....
Terpancar sinar bahagia dan ketenangan walaupun kutahu...
Redup matamu menyimpan satu rintihan yang memberat....
Ketika kutersentak dari pembaringan di kala fajar kadzib menyingsing. ..
Aku terpana dengan munajatmu yang syahdu.

Isteriku...
Tatkala teman-temanmu tengah bersantai, happy fun....
Di keramaian dunia ciptaan mereka...
Engkau bahagia mengorbankan seluruh detik-detikmu. ...
Hanya untuk Islam dan keagungan muslimin...
Tatkala lengan-lengan mereka dibaluti...
Pelbagai hiasan yang indah...
Leher-leher mereka memberat dilingkari dengan kilauan emas berlian... Pakaian-pakaian anggun bak puteri kayangan...
Wajah mereka dibaluri pelbagai warna dan jenama...

Kau umpama ladang ummah...
Kau menginfaqkan seluruh jiwa dan raga demi kebangkitan Islam...
Kau tak pernah bersungut-sungut, mengeluh, meminta-minta maupun mengadu domba...
Tatkala mereka berlomba-lomba mengejar pangkat dan nama...
Kau sibuk menjulang nama dengan pengaduanmu di sisi yang Esa...

Isteriku....
Bukan aku tidak mampu membelikan benda dan hiasan-hiasan tersebut...
Tetapi isteriku...
Aku masih ingat tatkala aku menyuntingmu untuk kujadikan isteri dan penghuni kamar hatiku....
Kau melafazkan satu tuntutan, "Saya siap mendampingi perjuangan ini bersama akhi tetapi dengan syarat...

" Sambil tersenyum kau menghela nafas dalam-dalam. ...
Aku termangu sendirian...
Syarat apakah itu?
Bungalow kah?
Hamparan tanah berhektar-hektar kah?
Mobil mewahkah?
Intan berliankah?
Pakaian sutera yang high class?
Perabot mahal dari Itali kah?...
Atau honeymoon di Paris ?..

Lama kau mengumpulkan kekuatan untuk sekedar berkata...
Akhirnya...
Arghhh... Permintaanmu itu...
Pasti ditertawakan oleh kerabat dan teman-teman kita...
Aku tergugu, haru dan bangga...
Dengan penuh keyakinan kau berkata..
"Akhi , Mampukah akhi menjadikan saya sebagai isteri yang kedua ?....
Mampukah akhi menjadikan Islam sebagai isteri pertama yang lebih memerlukan perhatian?.. .
Mampukah akhi meletakkan kepentingan Islam melebihi segala-galanya termasuk urusan-urusan dunia?...
Mampukah akhi menjual diri semata-mata karena Islam?..
Mampukah akhi berkorban meninggalkan kelezatan dunia?...
Mampukah akhi menjadikan Islam laksana bara api....
Akhi perlu menggenggamnya agar bara itu terus menyala...
Mampukah akhi menjadi lilin yang rela membakar diri untuk Islam..
Bukannya seperti lampu pijar yang bisa di'on'kan bila perlu dan di'off'kan bila tidak....
Mampukah akhi mendengar hinaan yang bakal dilontarkan kepada anda karena perjuangan anda....
Dan...
mampukah akhi menjadikan saya isteri seorang pejuang yang tidak dimanja dengan fatamorgana dunia?...

Aduh! Banyaknya syarat-syarat itu isteriku...
Namun aku menerima syarat-syarat tersebut karena aku tahu..
Jiwamu kosong dari syurga dunia...
Karena aku tahu kau mampu mengubah dunia ini dengan iman dan akhlakmu..
Bukannya kau yang diubah oleh dunia...

Isteriku..
Akhirnya jadilah engkau penolong setiaku sebagai nakhoda mengemudi bahtera kehidupan kita...
Susah senang kita tempuh bersama...
Aku terharu dengan segala kebaikanmu.. .
Kau jaga akhlakmu...
Kau pelihara maruahmu selaku muslimah...
Kau tak pernah mengeluh apabila sering ditinggalkan demi tugasku menegakkan Islam ke persada agung....
Kau jua sanggup mengekang mata menungguku sambil memberikan aku suatu senyuman terindah di ambang pintu tatkala aku pulang lewat malam....
Malah kau seringkali meniupkan semangat untuk aku terus tsabat di pentas perjuangan ini....
Kau tabur bunga-bunga jihad walaupun kita masih jauh dengan keharuman kemenangan.. .

Isteriku..
Tangkasnya engkau selaku isteri...
Biarpun kau jua sibuk bersama mengorbankan tenaga dalam perjuanganku ini..
Kau jaga relasi kita dengan indahnya...
Kau siraminya dengan wangian cinta dan kasih sayang....
Kau tak pernah menjadikan kesibukanmu itu untuk kau lari dari amanahmu meskipun jadualmu padat dengan agenda-agenda bersama masyarakat dan kaum sejenismu...
Cekalnya engkau mendidik anak-anak...
Kau kenalkan mereka dengan Allah, Rasul saw, para sahabat yang mulia serta para pejuang Islam...
Kau titipkan semangat mereka sebagai generasi pelapis jundullah...
Kau asuh mereka hidup dengan Al Quran...
Malah kau temani mereka mengulangkaji pelajaran dikala menjelang imtihan...

Isteriku...
Barangkali inilah pelajaran dari ustadzah Zainab Al Ghazali...
Tangan yang mengayun buaian dapat mengguncang dunia...
Kau beri didikan dua generasi sekaligus, generasi kini dan generasi kan datang Suamimu dan anak-anakmu dengan MAHABBAH Andai ibunda Khadijah Al Kubra masih ada..
Pasti beliau tersenyum bangga karena masih ada srikandi Islam...
SEPERTIMU... .
WAHAI ISTERIKU..

Suami Sholih: Mitra bagi Istrinya




Dan orang-orang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (al Quran, surat at Taubah:71)

Ayat di atas mengajarkan kemitraan lelaki dan perempuan dalam perjuangan menegakkan kebenaran secara utuh. Tak ada perbedaan hakikat tugas diantara keduanya. Yang ada adalah pemilahan-pemilahan tugas sesuai tuntunan ajaran Islam yang mencerminkan fitrah penciptaan lelaki dan perempuan. Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan siang apabila terang benderang, dan penciptaan laki-laki dan perempuan; Sesungguhnya (peran) usaha kamu memang berbeda-beda. (QS al Lail:1-4). Rahmat Allah akan secara adil terbagi untuk lelaki dan perempuan yang berjuang. Penyebutan dua nama Allah yang mulia: Maha Perkasa dan Maha Bijaksana pada ayat at-Taubah di atas, seakan menyiratkan bahwa keseimbangan peran lelaki dan perempuan dalam kehidupan akan melahirkan kekuatan yang diselimuti sifat bijaksana.

Pasangan suami-istri adalah representasi terkecil dari kemitraan dalam perjuangan di atas. Saat ini perempuan muslimah memiliki peran sosial yang berat. Di hadapannya terpampang seribu satu masalah pemberdayaan perempuan di masyarakat. Seorang suami yang bijak akan menempatkan diri sebagai mitra dalam perjuangan istrinya. Ia pun, insya Allah, akan menemukan pesona pada salah satu sisi peran istrinya ini.

Pada penunaian tugas sosial dan da’wah ini istri akan menemukan peran penting pada jatidirinya. Menjadi seorang yang memberi manfaat kepada orang lain adalah satu kebutuhan; Bagian dari need of achievement. Dalam peran-peran sosial, ia dapatkan tantangan untuk berpikir, berdialog, membaca, bekerja dan berkarya. Ini akan membuat kepribadiannya terus bekembang dan terus merasa lebih berarti dalam kehidupannya.

Begitu banyak permasalahan sosial membutuhkan sentuhan tangan perempuan. Bidang pendidikan sangat membutuhkan jiwa yang penuh perhatian dan kesabaran. Pencerdasan para ibu pada hakikatnya adalah pencerdasan masyarakat keseluruhan. Sebab hanya ibu yang cerdas dan terampil yang dapat menciptakan suasana kondusif bagi pertumbuhan dan pendidikan anak-anak. Penanganan kesehatan sangat dipengaruhi sikap kasih sayang, ketelitian dan kelembutan. Sudah pasti penanganan medis bagi perempuan, seperti masa kehamilan hingga melahirkan, dalam tuntunan ajaran Islam menuntut tenaga-tenaga terampil dokter, bidan dan perawat perempuan.

Bagi suami sholih, menempatkan diri sebagai mitra istri berarti menjadi kawan dialog yang menyenangkan. Memberikan apresiasi yang kreatif dan tulus atas prestasi-prestasi kerjanya. Selalu menyediakan waktu untuk berbincang tentang permasalahan yang dihadapi istri. Mengajukan pendapat yang mungkin bisa membantu kesuksesan tugasnya. Membantu mempertajam bahan makalah, ketika misalnya istri mendapat tugas untuk mengisi seminar atau ta’lim-ta’lim tertentu.

Di sisi lain, suami sholih sebagai mitra juga akan meringankan beban tugas istri di dalam rumah. Di saat-saat kebutuhan alokasi waktu istri di masyarakat agak lebih dari biasanya, bisa saja suami menawarkan untuk memasak buat keluarga, atau sesekali makan di luar. Secara rutin mengajak anak-anak bermain di luar rumah untuk memberikan waktu-waktu luang bagi istri dalam meningkatkan kemampuannya dengan membaca, menulis, berkomunikasi di internet dengan rekan-rekannya atau hanya untuk sekedar menikmati kesendiriannya. Setiap orang butuh melakukan perenungan, untuk berdialog dengan diri sendiri.

Semua tugas suami terhadap istri sebagai pekerja untuk masyarakatnya mesti diperankan dengan posisi mitra. Ini membutuhkan ketulusan dan kematangan bersikap. Posisi pemimpin rumah tangga kadang secara tidak disadari mendominasi seluruh interaksi suami terhadap istrinya dengan sikap yang kurang dialogis. Ketika sang istri mulai bercerita dengan penuh semangat tentang pengalamannya di luar rumah, suami bersikap acuh tak acuh. Kalau pun mendengarkan tidak dengan perhatian dan penghargaan yang sungguh-sungguh. Atau bahkan dalam kasus yang tidak bijak, cerita istri dipotongnya dengan kata-kata, “Ah … nanti aja ya Bu ceritanya. Bapa udah laper nih. Tolong siapkan makan dulu!?” Sikap seperti ini jelas tidak mendukung peran sosial istri. Jika perlakuan seperti ini sering dilakukan, jangan salahkan siapa-siapa kalau perlahan tapi pasti istri menjadi pribadi yang apatis, tak mau tahu dengan masalah sekelilingnya. Ia akan mengalami kejenuhan-kejenuhan karena monotonnya kehidupan. Ia pun akan kehilangan kegesitan dan kecerdasannya. Sayang bukan, jika pesona gesit, cerdas, kritis dan terampil hilang dari istri?
WalLaahu a’lamu bish shawwab.

Senin, 17 Januari 2011

Bila salah menempatkan dzikir

oleh Lusiana Lacsana pada 15 Oktober 2009 jam 13:37
Seorang sufi di zaman salaussholeh terkenal ahli ibadah, hidupnya tidak pernah lepas dari dzikir,sampai untuk mengendalikan untanya pun dia memakai ucapan2 dzikir.
Bila unta tersebut dibacakan ucapan "Alhamdulillaah" maka unta tersebut akan jalan, bila diucapkan "Astaghfirullah" unta tersebut akan berlari kencang, sedangkan bila diucapkan "Bismillaah" maka unta tersebut akan berhenti.

Suatu hari, ada seorang kakek tua konglomerat ingin membeli unta tersebut. Setelah deal harga, maka dibelilah unta tersebut dan dia bermaksud mengendarainya,perlahan dia naik sambil mengucapkan " Bismillah", tapi unta tersebut hanya terdiam tidak mau berjalan,maka dia bertanya kepada di sufi "Lho, kenapa unta ini tidak mau berjalan?' " O iya aku lupa bilang, dia akan berjalan kalau diucapkan Alhamdulillah,dan berlari kencang bila diucapkan Astaghfirullah,sedangkan Bismillah justru dia akan berhenti" walau dengan penuh keheranan, kakek tersebut mengangguk2 " Oo.....begitu ya, iya deh aku coba,trimakasih yaa..." " Iya, sama-sama...." Maka, berangkatlah sang Kakek dengan mengawali ucapan Alhamdulillah,berjalanlah unta tersebut dengn tenang " Lho,kok pelan banget yaa... o iya katanya kalau mau kencang ucapkan Astaghfirullah ya..." maka, Kakek tersebut pun mengucapkan " Astaghfirullah" maka... melesatlah sang unta berlari kencang, sang Kakek yang memang sudah tua menjadi ngeri dibuatnya,maka untuk mengatasi rasa takutnya secara spontan keluarlah dari mulutnya ucapan istighfar berkali-kali " Astaghfirullah....astaghfirullah...astaghfirullah...!!!!" Unta itupun semakin kencang berlari,sang kakek semakin ketakutan,jantungnya berdegup kencang, apalagi dihadapannya terbentang jurang yang sangat dalam,dia kebingungan bagaimana caranya menghentikan unta tersebut. Menjelang ujung jurang, barulah dia teringat bahwa untuk memberhentikan unta tersebut adalah dengan mengucap Basmallah, maka berterialkah dia "BISMILLAAH....." ...ckiiiiit..... unta itu berhenti tepat di mulut jurang. Betapa leganya sang kakek, dadanya turun naik, jantungnya berdegap tak karuan, merasa bersyukur karena akhirnya bisa selamat, sambil mengatur nafas, secara spontan sang kakek mengucapkan.... " ALHAMDULILLAAAH....." Maka..... berjalanlah sang unta melayang ke dasar jurang bersama sang Kakek dipunggungnya.....

Ini hanyalah sebuah anekdot apabila pengucapan dzikir salah peruntukannya, Selamat berdzikir dengan BENAR.... TETAP SEMANGAT !!!

Metode Montessori

Metode Montessori adalah suatu metode pendidikan untuk anak-anak, berdasar pada teori perkembangan anak dari Dr. Maria Montessori, seorang pendidik dari Italia di akhir abad 19 dan awal abad 20. Metode ini diterapkan terutama di pra-sekolah dan sekolah dasar, walaupun ada juga penerapannya sampai jenjang pendidikan menengah.
Ciri dari metode ini adalah penekanan pada aktivitas pengarahan diri pada anak dan pengamatan klinis dari guru (sering disebut "direktur" atau "pembimbing"). Metode ini menekankan pentingnya penyesuaian dari lingkungan belajar anak dengan tingkat perkembangannya, dan peran aktivitas fisik dalam menyerap konsep akademis dan keterampilan praktek. Ciri lainnya adalah adanya penggunaan peralatan otodidak (koreksi diri) untuk memperkenalkan berbagai konsep.
Walaupun banyak sekolah-sekolah yang menggunakan nama "Montessori," kata itu sendiri bukan merupakan merk dagang, juga tidak dihubungkan dengan organisasi tertentu saja.
[sunting] Sejarah
Dr. Maria Montessori mengembangkan "Metode Montessori" sebagai hasil dari penelitiannya terhadap perkembangan intelektual anak yang mengalami keterbelakangan mental. Dengan berdasar hasil kerja dokter Perancis, Jean Marc Gaspard Itard dan Edouard Seguin, ia berupaya membangun suatu lingkungan untuk penelitian ilmiah terhadap anak yang memiliki berbagai ketidakmampuan fisik dan mental. Mengikuti keberhasilan dalam perlakuan terhadap anak-anak ini, ia mulai meneliti penerapan dari teknik ini pada pendidikan anak dengan kecerdasan rata-rata.
Di tahun 1906, Montessori telah cukup dikenal sehingga ia diminta untuk suatu pusat pengasuhan di distrik San Lorenzo di Roma. Ia menggunakannya sebagai kesempatan untuk mengamati interaksi anak dengan materi yang ia kembangkan, menyempurnakannya, dan mengembangkan materi baru yang bisa dipakai anak-anak. Dalam pendekatan yang berpusat pada materi ini, tugas utama guru adalah mengamati saat anak memilih materi yang dibuat untuk memahami konsep atau keterampilan tertentu. Pendekatan demikian menjadi ciri utama dari pendidikan Montessori.
Awalnya perhatian Montessori lebih pada anak usia pra-sekolah. Setelah mengamati perkembangan pada anak yang baru masuk SD, ia dan Mario (anaknya) memulai penelitian baru untuk menyesuaikan pendekatannya terhadap anak usia SD.
Menjelang ahir hayatnya, dalam buku From Childhood To Adolescence (Dari Masa Kanak-kanak ke Masa Remaja), Montessori membuat sketsa tentang pandangannya mengenai penerapan metodologinya bagi pendidikan jenjang menengah dan tinggi.

Kamis, 13 Januari 2011

CINTA YANG TAK PERNAH SAMPAI

Ya Allah ……..
Aku tidak menolak takdirMu
Aku tidak menolak kehendakMu
Aku berusaha menerima semua ini dengan kemampuanku
Namun, betapa susahnya aku untuk menghilangkan semua perasaan ini
Marahku tak pernah berhenti
Kecewaku tak pernah selesai
Seperti…perasaan cintaku yang tak pernah bisa berhenti
dimakan waktu………….
Bahkan mungkin kan kubawa sampai usia menutupku
Ya Allah……….
Betapa Aku tak kuasa menghilangkan atau melawannya
Aku juga tak mungkin memeliharanya
Seperti ketakmungkinan memiliki dan dimilikinya
Ya Allah pemberi hidup…………..
Beri aku kekuatan
Menghentikan semua perasaan ini
Atau mengendalikannya
Ya Allah……
Maafkan kekhilafanku
Mengisi hari-hari mudaku dengan sia-sia
Mencintai yang tak pernah ada
Hanya hadir dalam angan-angan dan bayangan
Ya Allah….
Maafkan pula kekhilafanku
Yang tak pernah bisa menghentikan perasaan ini
Walau sakitnya seperti sembilu
Mengiris hati dari waktu ke waktu
Membunuh keinginan yang tak mungkin untuk bertemu
Ya Allah….
Salahkah aku bila pilihan hatiku sampai saat ini hanya dia?
Salahkah aku bila yang kujalani saat ini adalah karena
Memenuhi perintahMu semata?
Maka…bimbinglah Aku agar pilihan-Mu bisa
Menjadi washilahku untuk beramal sholeh
Mendidik dan membesarkan anak dan keturunanku
Sebagai penerus kesholehan…….
Ikhlaskan hatiku menerima semua ketentuan-Mu
(suara hati hamba yang dhoif )

Rabu, 12 Januari 2011

RENUNGAN


oleh Lusiana Lacsana pada 10 Desember 2009 jam 8:06
DAN TIDAK DIPANJANGKAN UMUR SESEORANG DAN TIDAK PULA DIKURANGI UMURNYA MELAINKAN SUDAH DITETAPKAN DALAM KITAB LAUHUL MAHFUDZ (AL-FATIR : 11)

Empat puluh satu tahun yang lalu....
Ruh ditiupkan ke rahim Ibuku....
Perjanjian awal telah ditetapkan.....
akan kehidupan yang harus aku dan manusia lainnya jalankan....

DAN INGATLAH KETIKA RABB-MU MENGELUARKAN DARI SULBI ANAK CUCU ADAM MEREKA DAN ALLAH MENGAMBIL KESAKSIAN TERHADAP MEREKA (SERAYA BERFIRMAN) " BUKANKAH AKU INI TUHANMU? MEREKA MENJAWAB " BETUL, ENGKAU TUHAN KAMI), KAMI BERSAKSI...... " (AL-A'RAF : 172)

Ya Allah....
Masa telah berlalu dari hadapanku
Semua nyata saat ini
Bukan untuk disesali, namun disyukuri
Penuh ketulusan dan harapan

Ya Allah....
Keinginan yang tak tercapai dimasa lalu
Adalah pelajaran untuk masa kini
Walau terasa menusuk dalam kalbu
Tapi Kau tahu aku mampu.....

Ya Allah...
Betapa aku malu meminta sesuatu
Sementara begitu sedikit yang telah kupersembahkan padaMu
Jiwa ragaku seakan beku
Melecut hati dalam kepedihan
Tak sanggup meminta lebih padaMu

Ya Allah....
Jangan kurangi umurku melainkan banyak amal sholeh yang telah hamba kumpulkan
Jangan cabut ni'mat-Mu melainkan sudah terkumpul bekal pulangku menuju rumah-Mu

Ya Allah....
Hamba tak pantas menempati surga-Mu
namun hamba tak sanggup menahan panasnya api neraka-Mu
Maka,
Berilah hamba kesempatan menanam benih amal di lahan dunia-Mu
menuai butiran pahala diladang bumi-Mu
menikmati bekal di Mahsyar-Mu

Duhai Pemilik Hidup
Dikaulah raja diraja kehidupan ini
Penggenggam takdir, penentu arah kebijakan keinginan manusia

Jangar biarkan hamba terjerumus dalam maksiat dan dosa
Jangan biarkan hamba terbelenggu kesulitan yang tak mampu hamba memikulnya

Ya Robbi....
Biar kupeluk diri-Mu dalam do'aku
Kulantunkan nada syahdu dalam untaian kalam-Mu
Kucumbu diri-Mu di sepertiga malam.....

FABIAYYI ALAA I ROBBIKUMA TUKADZIBAAN.....(Maka, Nikmat Allah manakah yang Engkau Ingkari? )

MEMBANGUN KARAKTER ANAK

oleh Lusiana Lacsana pada 02 Januari 2010 jam 15:02
Refleksi / Motivation

Karakter adalah kunci keberhasilan individu. Bagaimana cara menanamkannya pada anak?
Persaingan tahun 2021! Itu yang menjadi beban banyak orang tua masa kini. Saat itu, anak-anak masa kini akan menghadapi persaingan dengan rekan-rekannya dari berbagai negara di dunia.
'Tuntutan kualitas sumber daya manusia tahun 2021 membutuhkan good character,'' kata Dr Ratna Megawangi dalam seminar setengah hari Membangun Karakter Anak Sejak Usia Dini, Seberapa Penting? di Jakarta, 3 Mei lalu.
Adalah orang-orang yang senang belajar, terampil menyelesaikan masalah, komunikator yang efektif, berani mengambil risiko, punya integritas -jujur, dapat dipercaya, dan dapat diandalkan--, dan penuh perhatian, toleransi, dan luwes yang bisa bersaing kelak. Itu adalah karakter yang bagus. Betapa tidak. Banyak orang yang pintar dan berpengetahuan.
`'Karakter adalah kunci keberhasilan individu,'' tambah Ratna. Ia lantas mengutip sebuah hasil penelitian di AS bahwa 90 persen kasus pemecatan disebabkan oleh perilaku buruk seperti tidak bertanggung jawab, tidak jujur, dan hubungan interpersonal yang buruk. Didukung pula penelitian lain yang menunjukkan bahwa 80 persen keberhasilan seseorang di masyarakat ditentukan oleh emotional quotient.
Bagaimana mendidik karakter anak? Menurut Ratna Megawangi, menciptakan lingkungan yang kondusif. Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter jika dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter, sehingga fitrah setiap anak ang dilahirkan suci dapat berkembang secara optimal. Untuk itu, pendiri sekaligus direktur eksekutif Indonesia Heritage Foundation ini melihat peran keluarga, sekolah, dan komunitas amat menentukan.
Membentuk karakter
Membentuk karakter, kata Ratna Megawangi, merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Anak-anak, jelas ketua bagian Tumbuh Kembang Anak, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, ini, akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter jika ia tumbuh pada lingkungan yang berkarakter pula. Dengan begitu, fitrah setiap anak yang dilahirkan suci bisa berkembang optimal. Untuk itu, ia melihat tiga pihak yang mempunyai peran penting. Yakni, keluarga, sekolah, dan komunitas.
Dalam pembentukan karakter, jelas Ratna, ada tiga hal yang berlangsung secara terintegrasi. Pertama, anak mengerti baik dan buruk, mengerti tindakan apa yang harus diambil, mampu memberikan prioritas hal-hal yang baik. Kemudian, mempunyai kecintaan terhadap kebajikan, dan membenci perbuatan buruk. Kecintaan ini merupakan obor atau semangat untuk berbuat kebajikan. Misalnya, anak tak mau berbohong. `'Karena tahu berbohong itu buruk, ia tidak mau melakukannya karena mencintai kebajikan,'' kata Ratna, mencontohkan.
Ketiga, anak mampu melakukan kebajikan, dan terbiasa melakukannya. Lewat proses itu, Ratna menyebut sembilan pilar karakter yang penting ditanamkan pada anak. Ia memulainya dari cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya; tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian; kejujuran; hormat dan santun; kasi sayang, kepedulian, dan kerja sama; percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah; keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati; toleransi, cinta damai, dan persatuan. Karakter baik ini harus dipelihara. Lalu, bagaimana menanamkan karakter pada anak? Mengutip hasil riset otak mutakhir, Ratna menyebut usia di bawah tujuh tahun merupakan masa terpenting. `'Salah didik memengaruhi saat ia dewasa,'' katanya.
Mana yang disimpan?
Pendidikan karakter seharusnya dimulai saat anak masih balita. Praktisi pendidikan Edy Wiyono, pada acara yang sama, menggambarkan betapa balita masih kosong pengalaman. `'Jika ia melihat sesuatu langsung dimasukkan tanpa dipilih-pilih,'' katanya. Itu bisa terjadi karena dalam benak balita belum ada 'program' penyaring.
Nah, materi yang pertama masuk pada otak anak akan berfungsi sebagai penyaring. Karena itu, Edy mengingatkan orang tua agar waspada. Sebab, jika terlambat mengisi pengalaman pada anaknya, maka bisa lebih dulu diisi pihak lain. ''Orang tua yang jarang berinteraksi dengan anak pada usia ini, berhati-hatilah,'' katanya.
Anak tak hanya merekam materi yang masuk. Tapi juga yang lebih dipercaya, yang lebih menyenangkan, dan yang berlangsung terus-menerus. Saat anak sudah memasuki dunia sekolah, anak biasanya lebih percaya pada guru. Bila demikian adanya, Edy mengingatkan hal itu sebagai pertanda orang tua untuk mengevaluasi diri. `'Kita harus meningkatkan kemampuan kita untuk lebih dipercaya.''
Bagi orang tua bekerja, Edy juga mengingatkan agar selalu menyediakan waktu bagi anak-anaknya. ''Hati-hati, agar jangan sampai tv menggantikan peran orang tua bagi sang anak,'' ujarnya.
Bekerja maupun tidak, menurut Edy, orang tua harus berupaya menjadikan dirinya role model untuk membangun kepercayaan anak. Selain itu, mengupayakan komunikasi dengan anak secara menyenangkan, tidak hanya memerintah-merintah, mengkritik, dan membentak-bentak. ''Anak dirancang Tuhan tidak untuk dibentak-bentak,'' ujar Edy,''Karena sesungguhnya pendengaran anak itu amat tajam.''
Untuk mendampingi sang anak yang tengah dalam pertumbuhan, praktisi multiple intelligences and holistic learning ini menyarankan para orang tua agar berupaya menjadi 'konsultan pribadi' mereka. Bagaimana caranya? Yang paling utama, Edy menyarankan kebiasaan yang dilakukan para orang tua. ''Stop menghakimi anak dan stop mengungkit-ungkit,'' katanya. Ia juga mengingatkan agar tidak menggunakan amarah. Sebab, marah tidak pernah menyelesaikan masalah dengan baik. Tidak juga membanding-bandingkan anak.
Dalam berkomunikasi, orang tua hendaknya menjadi pendengar yang baik, tidak menyela pembicaraan, mengganti pernyataan dengan pertanyaan, berempati terhadap anak dan masalahnya, tidak berkomentar sebelum diminta. Kalaupun berkomentar, saran Edy, gunakan komentar yang menyenangkan. Yakni, misalnya, dengan metode ''rasa-rasa ...'', ''dulu pernah ...''.
Satu hal yang tak boleh dilupakan, kata Edy, orang tua jangan pernah membuat keputusan untuk anak. ''Biarkan anak yang memilih,'' katanya. Dan, selama pertumbuhan anak, Edy menyarankan para orang tua untuk selalu membangun kedekatan dan biasakan berdialog. ''Agar anak terbiasa untuk meminta pertimbangan dan nasihat dari Anda.''
Melewati Fase Kritis Anak
Ada enam fase kritis, menurut praktisi pendidikan Edy Wiyono, yang dilalui anak hingga menjadi dewasa. Orang tua dan guru hendaknya memahaminya sebagai suatu yang normal. ''Bahwa anak sudah pada fasenya,'' kata narasumber Smart Parenting di Smart FM 95,9 ini. Edy memberi bantuan pada para orang tua untuk menandai dan menyikapi fase-fase pertumbuhan anaknya mulai dari balita, usia TK, usia SD, usia SMP, usia SMA, hingga usia kuliah. Satu hal yang penting tak boleh dilepaskan dalam masing-masing fase itu, Edy menyarankan, ''Gunakan pujian untuk perilaku, atau perubahan perilaku yang baik. Berikut lima dari enam fase yang disampaikannya beberapa waktu lalu:
Usia balita
Ciri-ciri: merasa selalu benar, memaksakan kehendak, tidak mau berbagi. Peran orang tua:
1. Berikan kesempatan anak beberapa detik untuk berkuasa.
2. Berikan kesempatan beberapa detik untuk memiliki secara penuh.
3. Perkenalkan pada arti boleh dan tidak boleh dengan menggunakan ekspresi wajah.
4. Konsisten dan jangan menggunakan kekerasan baik suara maupun fisik.
Usia TK
Ciri-ciri: konflik adaptatif, imitatif, berbagi, dan mau mengalah. Ketiga sifat terakhir ini karena anak ingin diterima dalam kelompok.
Peran orang tua:
1. Beri kesempatan untuk memerhatikan, mencoba, dan bekerja sama.
2. Perhatikan dan luruskan perilaku imitatif yang cenderung negatif.
3. Dukunglah anak untuk bisa berbagi dan mengalah.
Usia SD
Ciri-ciri: anak ingin mendapat pengakuan diri. Karena itu, ciri-ciri utamanya punya pendapat berbeda, penampilan berbeda, gaya bicara berbeda, dan hobinya pun berbeda.
Peran orang tua:
1. Menghargai pendapatnya dan jangan menyalahkan
2. Ajaklah dialog logika dan pengalaman.
3. Pujilah hal-hal yang baik dari penampilannya, bantulah dengan kalimat positif untuk bisa tampil lebih baik lagi.
4. Jangan langsung menyela gaya bicaranya, bangun ketertarikan dan bantulah dia untuk bisa lebih punya gaya bicara yang menarik.
Usia SMP
Ciri-ciri: anak memasuki persaingan. Karena itu anak mengalami konflik antarpersonal, konflik antarkelompok, dan konflik sosial.
Peran orang tua:
1. Meningkatkan proses kedekatan dengan anak melalui dialog dan berbagai cara.
2. Jadilah pendengar yang baik dan buka menjadi hakim.
3. Jangan pernah menyela pembicaraan dan cerianya.
4. Jangan beri komentar atau nasihat sebelum tiba waktunya.

CERITA SEMANGKUK BAKMI PANAS


Pada malam itu, Ana bertengkar dengan ibunya. Karena sangat marah, Ana segera meninggalkan rumah tanpa membawa apapun. Saat berjalan di suatu jalan, ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tdk membawa uang.

Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah kedai bakmi dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan
semangkuk bakmi, tetapi ia tdk mempunyai uang.

Pemilik kedai melihat Ana berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu berkata “Nona, apakah engkau ingin memesan semangkuk bakmi?” ” Ya, tetapi, aku tidak membawa uang” jawab Ana dengan malu-malu
“Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu” jawab si pemilik kedai. “Silahkan duduk, aku akan memasakkan bakmi untukmu”.

Tidak lama kemudian, pemilik kedai itu mengantarkan semangkuk bakmi. Ana segera makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang. “Ada apa nona?”
Tanya si pemilik kedai.
“tidak apa-apa” aku hanya terharu jawab Ana sambil mengeringkan air matanya.

“Bahkan, seorang yang baru kukenal pun memberi aku semangkuk bakmi!, tetapi,? ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi ke rumah”
“Kau, seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri” katanya kepada pemilik kedai.

Pemilik kedai itu setelah mendengar perkataan Ana, menarik nafas panjang dan berkata “Nona mengapa kau berpikir seperti itu? Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu semangkuk bakmi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak bakmi dan nasi untukmu saat kau kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan kau malah bertengkar dengannya”

Ana, terhenyak mendengar hal tersebut. “Mengapa aku tidak berpikir tentang hal tersebut? Untuk semangkuk bakmi dari orang yang baru kukenal, aku begitu berterima kasih, tetapi kepada ibuku yg memasak untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya.

Ana, segera menghabiskan bakminya, lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya. Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yang harus diucapkan kepada ibunya. Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya dengan wajah letih dan cemas. Ketika bertemu dengan Ana, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah “Ana kau sudah pulang, cepat masuklah, aku telah menyiapkan makan malam dan makanlah dahulu sebelum kau tidur, makanan akan menjadi dingin jika kau tdk memakannya sekarang”. Pada saat itu Ana tdk dapat menahan tangisnya dan ia menangis dihadapan ibunya.

Sekali waktu, kita mungkin akan sangat berterima kasih kpd orang lain disekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang diberikan kepada kita. Tetapi kpd org yang sangat dekat dengan kita (keluarga) khususnya orang tua kita, kita harus ingat bahwa kita berterima kasih kepada mereka seumur hidup Kita.

~~~

Sahabatku, bagaimanapun kita tidak boleh melupakan jasa orang tua kita. Seringkali kita menganggap mereka merupakan suatu proses alami yang biasa saja. Tetapi kasih dan kepedulian orang tua kita adalah hadiah paling berharga yang diberikan kepada kita sejak lahir. Pikirkanlah hal itu !!!

Apakah kita mau menghargai pengorbanan tanpa syarat dari orang tua kita?

~~~

Ibu, Mengapa Ibu Menangis?

Oleh: Mohamad Joban

________________________________________

Suatu ketika, ada seorang anak lelaki yang bertanya kepada ibunya. “Ibu,mengapa ibu menangis ?”. Ibunya menjawab, “Sebab aku wanita.” Saya tidak mengerti,” kata si anak lagi. Ibunya hanya tersenyum dan memeluknya erat. “Nak, kamu memang tidak akan mengerti……”
Kemudian, anak itu bertanya kepada ayahnya. “Ayah,mengapa ibu menangis ?”
Sang ayah menjawab, “Semua wanita memang menangis tanpa ada alasan.”
Hanya itu jawapan yang dapat diberikan oleh ayahnya. Lama kemudian, si anak itu menjadi remaja dan tetap bertanya-tanya, mengapa wanita menangis. Pada suatu malam, ia bermimpi dan mendapat petunjuk daripada Allah mengapa wanita mudah sekali menangis. Saat Allah menciptakan wanita, Dia membuat menjadi sangat penting. Allah ciptakan bahunya,agar mampu menahan seluruh beban dunia dan isinya. Walaupun, bahu itu cukup nyaman dan lembut untuk menahan kepala bayi yang sedang tidur.
Allah berikan wanita kekuatan untuk melahirkan zuriat dari rahimnya. Dan sering kali pula menerima cerca daripada anaknya sendiri……Allah berikan ketabahan yang membuatnya tetap bertahan, pantang menyerah di saat semua orang berputus asa.
Wanita, Allah berikan kesabaran, untuk merawat keluarganya walau letih,sakit, lelah dan tanpa berkeluh-kesah. Allah berikan wanita, perasaan peka dan kasih sayang untuk mencintai semua anaknya, dalam situasi apa pun. Biarpun anak-anaknya kerap melukai perasaan dan hatinya.
Perasaan ini memberikan kehangatan kepada anak-anaknya yang ingin tidur. Sentuhan lembutnya memberi keselesaan dan ketenangan. Dia berikan wanita kekuatan untuk membimbing suaminya, melalui masa kegentiran dan menjadi pelindung baginya. Bukankah tulang rusuk suami yang melindungi setiap hati dan jantung wanita ?
Allah kurniakan kepadanya kebijaksanaan untuk membolehkan wanita menilai tentang peranan kepada suaminya. Seringkali pula kebijaksanaan itu menguji kesetiaan yang diberikan kepada suami agar tetap saling melengkapi dan menyayangi.
Dan akhirnya, Allah berikannya airmata agar dapat mencurahkan perasaannya…
Inilah yang khusus Allah berikan kepada wanita, agar dapat digunakan di mana ia inginkan.
Hanya inilah kelemahan yang dimiliki wanita, walaupun sebenarnya, airmata!
” Ini airmata kehidupan.”

Kesyukuran


oleh Lusiana Lacsana pada 19 April 2010 jam 9:16
{{{{ Pagi ini, mereka membawakan kami hadiah
Ternyata hiasan dinding
Berisi foto-foto perjalanan keluarga kami
Suatu kejutan yang manis
Di hari pernikahan ini
Dari ke lima anak-anak kami..... }}}


Tepat hari ini
Delapan belas tahun yang lalu
Sebuah perjanjian dikukuhkan
Dalam balutan syahadah
Dalam nuansa kekhusuan

Ikatan suami istri telah diikrarkan
Gerbang kehidupan baru telah dibukakan
Air mata pengiring langkah kemenangan
Mengarungi babak baru dalam kehidupan

Ikrar yang telah diucapkan
Bukan sekedar pertanda saling memiliki dan berbagi
Bukan untuk siapa menguasai siapa
Namun mengokohkan iman dalam hati

Meningkatkan keimanan
Meningkatkan kecintaan pada sang pemberi kehidupan
Mengayuh roda dakwah bersama
Menjaga iramanya agar tetap seimbang
Keturunan yang diberikan
Sebagai pewaris keimanan
Bersama mengayuh roda dalam satu tujuan

Mahligai telah dibangun
Di bawah atap Ketaqwaan
Riak-riak gelombang adalah hiasan
Agar kemudi lebih kokoh
Laju perahu lebih seimbang
Tercapainya tujuan lebih matang
Menuju akhir yang gemilang
Bersama memasuki gerbang sang “Penebar Kasih Sayang”

Ya Robbi…..
Kami bukan istri yang sempurna
Begitu pula kami bukan suami yang sempurna
Kami bukan anak-anak yang sempurna
Kami hanya punya cita-cita
Menghirupnya segarnya kenikmatan SYURGA

Ya Robbi….
Di hari yang semakin senja ini
Bantulah kami membesarkan anak cucu dan keturunan kami
Agar dapat mengembalikan mereka dalam keadaan fitrah kehadapan-Mu
Sebagaimana mereka terlahir ke dunia dalam keadaan fitrah pula

KECEWA


oleh Lusiana Lacsana pada 10 Mei 2010 jam 16:47
Seorang instruktur dalam sebuah acara menyuruh setiap peserta untuk melakukan relaksasi dengan mengingat tahapan-tahapan yang terjadi di masa-masa lalunya, seorang peserta dari awal sampai akhir terus menerus menangis. Selesai acara, dalam perjalanan temannya bertanya "Aku lihat dari awal smpai akhir kamu menangis terus? Kenapa?" Orang tersebut menjawab sambil menarik napas dalam-dalam " Hal yang paling berat dalam hidupku adalah ketika harus mengenang masa laluku..." " Kenapa?" " Bagaimana tidak, sejak kecil aku ditinggal Ibu, menjelang remaja aku harus menerima kehadiran Ibu tiri yang tidak sepenuhnya menerimaku, saudara-saudaraku bersikap tidak menghargaiku, jarak Bapak dengan aku terlalu tua sehingga tidak sempat Bapak memahami aku, sudah besar, punya pacar... aku ditinggal pacarku begitu saja... hidup menumpang dimana-mana, kenangan indah mana yang aku punya selain kenangan kekecewaan demi kekecewaan, mungkin aku hidup hanya untuk dikecewakan...." mata temannya menerawang dan berkaca-kaca, tangannya mengepal gelisah... sang teman menepuk-nepuk pundaknya penuh perhatian.... " Saat ini kau sudah menikah, punya anak" mengangguk " apakah pasanganmu mengecewakanmu?" temannya menggeleng sambil menjawab " Dia baik..." " Bagaimana dg anak-anakmu?' " Mereka anak-anak yang baik walau kadang nakal, yaa... kenakalan yang biasa...." " Apakah mereka mengecewakanmu?" " Sejauh ini tidak...." "Maksudmu? Suatu saat mereka akan mengecewakanmu?" "Bisa jadi bukan?" sang teman tersenyum bijak " Berapa banyak sebetulnya kebahagiaan yang kamu dapati melebihi dari kekecewaan yang kamu dapatkan, hanya rasa kekecewaan itu terlalu mendominasi dirimu dan mengkhawatirkamu sehingga kamu sulit menerima kebahagiaan yang berlimpah dalam hidupmu selama ini..... Bersahabatlah dengan Masa lalu, jangan perangi dia... maka itu akan jadi motivasi bagimu untuk hari ini dan seterusnya "

{ setiap orang pernah punya masa lalu yang mengecewakan dan seringkali kita berkata "Lupakan Masa Lalu, jalani masa kini..." sesungguhnya perkataan itu tidak semudah yang kita ucapkan...namun perlu kekuatan untuk memanajenya....}

Argumentasi, Lelaki Shalih, dan Cinta

“Bila seorang laki-laki yang kamu ridhai agama dan akhlaqnya meminang,” kata Rasulullah mengandaikan sebuah kejadian sebagaimana dinukil Imam At Tirmidzi, “Maka, nikahkanlah dia.” Rasulullah memaksudkan perkataannya tentang lelaki shalih yang datang meminang putri seseorang.

“Apabila engkau tidak menikahkannya,” lanjut beliau tentang pinangan lelaki shalih itu, “Niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas.” Di sini Rasulullah mengabarkan sebuah ancaman atau konsekuensi jika pinangan lelaki shalih itu ditolak oleh pihak yang dipinang. Ancamannya disebutkan secara umum berupa fitnah di muka bumi dan meluasnya kerusakan.

Bisa jadi perkataan Rasulullah ini menjadi hal yang sangat berat bagi para orangtua dan putri-putri mereka, terlebih lagi jika ancaman jika tidak menurutinya adalah fitnah dan kerusakan yang meluas di muka bumi. Kita bisa mengira-ngira jenis kerusakan apa yang akan muncul jika seseorang yang berniat melamar seseorang karena mempertahankan kesucian dirinya dan dihalang-halangi serta dipersulit urusan pernikahannya. Inilah salah satu jenis kerusakan yang banyak terjadi di dunia modern ini, meskipun banyak di antara mereka tidak meminang siapapun.

Mari kita belajar tentang pinangan lelaki shalih dari kisah cinta sahabat Rasulullah dari Persia, Salman Al Farisi. Dalam Jalan Cinta, Salim A Fillah mengisahkan romansa cintanya. Salman Al Farisi, lelaki Persia yang baru bebas dari perbudakan fisik dan perbudakan konsepsi hidup itu ternyata mencintai salah seorang muslimah shalihah dari Madinah. Ditemuinya saudara seimannya dari Madinah, Abud Darda’, untuk melamarkan sang perempuan untuknya.

“Saya,” katanya dengan aksen Madinah memperkenalkan diri pada pihak perempuan, “Adalah Abud Darda’.”

“Dan ini,” ujarnya seraya memperkenalkan si pelamar, “Adalah saudara saya, Salman Al Farisi.” Yang diperkenalkan tetap membisu. Jantungnya berdebar.

“Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasulullah, sampai-sampai beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya. Saya datang untuk mewakili saudara saya ini melamar putri Anda untuk dipersuntingnya,” tutur Abud Darda’ dengan fasih dan terang.

“Adalah kehormatan bagi kami,” jawab tuan rumah atas pinangan Salman, ”Menerima Anda berdua, sahabat Rasulullah yang mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini bermenantukan seorang sahabat Rasulullah yang utama. Akan tetapi hak jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada putri kami.” Yang dipinang pun ternyata berada di sebalik tabir ruang itu. Sang putri shalihah menanti dengan debaran hati yang tak pasti.

”Maafkan kami atas keterusterangan ini”, kata suara lembut itu. Ternyata sang ibu yang bicara mewakili putrinya. ”Tapi, karena Anda berdua yang datang, maka dengan mengharap ridha Allah, saya menjawab bahwa putri kami menolak pinangan Salman.”

Ah, romansa cinta Salman memang jadi indah di titik ini. Sebuah penolakan pinangan oleh orang yang dicintainya, tapi tidak mencintainya. Salman harus membenturkan dirinya dengan sebuah hukum cinta yang lain, keserasaan. Inilah yang tidak dimiliki antara Salman dan perempuan itu. Rasa itu hanya satu arah saja, bukan sepasang.

Salman ditolak. Padahal dia adalah lelaki shalih. Lelaki yang menurut Ali bin Abi Thalib adalah sosok perbendaharaan ilmu lama dan baru, serta lautan yang tak pernah kering. Ia memang dari Persia, tapi Rasulullah berkata tentangnya, “Salman Al Farisi dari keluarga kami, ahlul bait.” Lelaki yang bertekad kuat untuk membebaskan dirinya dari perbudakan dengan menebus diri seharga 300 tunas pohon kurma dan 40 uqiyah emas. Lelaki yang dengan kecerdasan pikirnya mengusulkan strategi perang parit dalam Perang Ahzab dan berhasil dimenangkan Islam dengan gemilang. Lelaki yang di kemudian hari dengan penuh amanah melaksanakan tugas dinasnya di Mada’in dengan mengendarai seekor keledai, sendirian. Lelaki yang pernah menolak pembangunan rumah dinas baginya, kecuali sekadar saja. Lelaki yang saking sederhana dalam jabatannya pernah dikira kuli panggul di wilayahnya sendiri. Lelaki yang di ujung sekaratnya merasa terlalu kaya, padahal di rumahnya tidak ada seberapa pun perkakas yang berharga. Lelaki shalih ini, Salman Al Farisi, ditolak pinangannya oleh perempuan yang dicintanya.

Salman ditolak. Alasannya ternyata sederhana saja. Dengarlah. “Namun, jika Abud Darda’ kemudian juga memiliki urusan yang sama, maka putri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan,” kata si ibu perempuan itu melanjutkan perkataannya. Anda mengerti? Si perempuan shalihah itu menolak lelaki shalih peminangnya karena ia mencintai lelaki yang lain. Ia mencintai si pengantar, Abud Darda’. Cinta adalah argumentasi yang shahih untuk menolak.

Ada juga kisah cinta yang lain. Abu Bakar Ash Shiddiq meminang Fathimah binti Muhammad kepada Rasulullah. Ia ingin mempererat kekerabatannya dengan Sang Rasul dengan pinangan itu. Saat itu usia Fathimah menjelang delapan belas tahun. Ia menjadi perempuan yang tumbuh sempurna dan menjadi idaman para lelaki yang ingin menikah. Keluhuran budi, kemuliaan akhlaq, kehormatan keturunan, dan keshalihahan jiwa menjadi penarik yang sangat kuat.

“Saya mohon kepadamu,” kata Abu Bakar kepada Rasulullah sebagaimana dikisahkan Anas dalam Fatimah Az Zahra, “Sudilah kiranya engkau menikahkan Fathimah denganku.” Dalam riwayat lain, Abu Bakar melamar melalui putrinya sekaligus Ummul Mukminin Aisyah.

Mendapat pinangan dari lelaki shalih itu, Rasulullah hanya terdiam dan berpaling. “Sesungguhnya, Fathimah masih kecil,” kata beliau dalam riwayat lain. “Hai Abu Bakar, tunggulah sampai ada keputusan,” kata Rasulullah. Yang terakhir ini diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dalam Ath Thabaqat. Maksud Rasulullah dengan menunggu keputusan adalah keputusan dari Allah atas kondisi dan keadaan itu, apakah menerima pinangan itu atau tidak.

Ketika Umar bin Khathab mendengar cerita ini dari Abu Bakar langsung, ia mengatakan, “Hai Abu Bakar, beliau menolak pinanganmu.”

Kemudian Umar mengambil kesempatan itu. Ia mendatangi Rasulullah dan menyampaikan pinangannya untuk menikahi Fathimah binti Muhammad. Tujuannya tidak terlalu berbeda dengan Abu Bakar. Bahkan jawaban yang diberikan Rasulullah kepada Umar pun sama dengan jawaban yang diberikan kepada Abu Bakar. “Sesungguhnya, Fathimah masih kecil,” ujar beliau. “Tunggulah sampai ada keputusan,” kata Rasulullah.

Ketika Abu Bakar mendengar cerita ini dari Umar bin Khathab langsung, ia mengatakan, “Hai Umar, beliau menolak pinanganmu.”

Kita bisa membayangkan itu? Dua orang lelaki paling shalih di masa hidup Rasulullah pun ditolak pinangannya. Abu Bakar adalah sahabat paling utama di antara seluruh sahabat yang ada. Kepercayaannya kepada Islam dan kerasulan begitu murni, tanpa reverse ataupun setitis keraguan. Karena itulah ia mendapat julukan Ash Shiddiq. Ia adalah lelaki yang disebutkan Al Qur’an sebagai pengiring jalan hijrah Rasulullah di dalam gua. Ia adalah dai yang banyak memasukkan para pembesar Mekah dalam pelukan Islam. Ia adalah pembebas budak-budak muslim yang senantiasa tertindas. Ia adalah lelaki yang menginfakkan seluruh hartanya untuk jihad, dan hanya menyisakan Allah dan Rasul-Nya bagi seluruh keluarganya. Ia adalah orang yang ingin diangkat sebagai kekasih oleh Rasulullah. Ia adalah salah satu lelaki yang telah dijamin menginjakkan tumitnya di kesejukan taman jannah. Namun, lelaki shalih ini ditolak pinangannya secara halus oleh Rasulullah.

Sementara, siapa tidak mengenal lelaki shalih lain bernama Umar bin Khathab. Ia adalah pembeda antara kebenaran dan kebathilan. Ia dan Hamzah lah yang telah mengangkat kemuliaan kaum muslimin di masa-masa awal perkembangannya di Mekah. Ia lelaki yang seringkali firasatnya mendahului turunnya wahyu dan ayat-ayat ilahi kepada Rasulullah. Ia adalah lelaki yang dengan keberaniannya menantang kaum musyrikin saat ia akan berangkat hijrah, ia melambungkan nama Islam. Ia lelaki yang sangat mencintai keadilan dan menegakkannya tatkala ia menggantikan posisi Rasulullah dan Abu Bakar di kemudian hari. Ia pula yang di kemudian hari membuka kunci-kunci dunia dan membebaskan negeri-negeri untuk menerima cahaya Islam. Namun, lelaki shalih ini ditolak pinangannya secara halus oleh Rasulullah.

Mari kita simak kenapa pinangan dua lelaki shalih ini ditolak Rasulullah. Ketika itu, Ali bin Abi Thalib datang menemui Rasulullah. Shahabat-shahabatnya dari Anshar, keluarga, bahkan dalam sebuah riwayat termasuk pula dua lelaki shalih terdahulu mendorongnya untuk datang meminang Fathimah binti Muhammad kepada Rasulullah. Ia menemui Rasulullah dan memberi salam.

“Hai anak Abu Thalib,” sapa Rasulullah pada Ali dengan nama kunyahnya, ”Ada perlu apa?”

Simaklah jawaban lugu yang disampaikan Ali kepada Rasulullah sebagaimana dinukil Ibnu Sa’d dalam Ath Thabaqat. “Aku terkenang pada Fathimah binti Rasulullah,” katanya lirih hampir tak terdengar. Dengar dan rasakan kepolosan dan kepasrahan dari setiap diksi yang terucap dari Ali bin Abi Thalib itu. Kepolosan dan kepasrahan seorang pecinta akan cintanya yang demikian lama. Ia menggunakan pilihan kata yang sangat lembut di dalam jiwa, “Terkenang.” Kata ini mewakili keterlamaan rasa dan gelora yang terpendam, bertunas menembus langit-langit realita, transliterasi rasa.

“Ahlan wa sahlan!” kata Rasulullah menyambut perkataan Ali. Senyum mengiringi rangkaian kata itu meluncur dari bibir mulia Rasulullah. Kita tidak usah sebingung Ali memahami jawaban Rasulullah. Jawaban itu bermakna bahwa pinangan Ali diterima oleh Rasulullah seperti yang dipahami rekan-rekan Ali.

Mari kita biarkan Ali dengan kebahagiaan diterima pinangannya oleh Rasulullah. Mari kita melihat dari perspektif yang lebih fokus untuk memahami penolakan pinangan dua lelaki shalih sebelumnya dan penerimaan lelaki shalih yang ini. Kita boleh punya pendapat tersendiri tentang masalah ini.

Ketika Rasulullah menjelaskan alasan kepada Abu Bakar dan Umar berupa penolakan halus, kita tidak bisa menerimanya secara letter lijk. Sebab bisa jadi itu adalah bahasa kias yang digunakan Rasulullah. Misalnya ketika Rasulullah mengatakan bahwa Fathimah masih kecil, tentu saja ini tidak bisa diterjemahkan sebagai kecil secara harfiah, sebab saat itu usia Fathimah sudah hampir delapan belas tahun. Sebuah usia yang cukup matang untuk ukuran masa itu dan bangsa Arab. Sementara Rasulullah sendiri berumah tangga dengan Aisyah pada usia setengah usia Fathimah saat itu. Maka, kita harus memahami kalimat penolakan itu sebagai bahasa kias.

Saat Rasulullah meminta Abu Bakar dan Umar bin Khathab untuk menunggu keputusan, ini juga diterjemahkan sebagai penolakan sebagaimana dipahami dua lelaki shalih itu. Jadi, pernyataan Rasulullah itu bukan pernyataan untuk menggantung pinangan, sebab jika pinangan itu digantung, tentu saja Umar dan Ali tidak boleh meminang Fathimah. Pernyataan itu adalah sebuah penolakan halus.

Atau bisa jadi, saat itu Rasulullah punya harapan lain bahwa Ali bin Abi Thalib akan melamar Fathimah. Beliau tahu sebab sejak kecil Ali telah bersamanya dan banyak bergaul dengan Fathimah. Interaksi yang lama dua muda mudi sangat potensial menumbuhkan tunas cinta dan memekarkan kuncup jiwanya. Ini dibuktikan dari pernyataan Rasulullah untuk meminta dua lelaki shalih itu menunggu keputusan Allah tentang pinangannya. Jadi, dalam hal ini kemungkinan Rasulullah mengetahui bahwa putrinya dan Ali telah saling mencintai. Sehingga Rasulullah pun punya harapan pada keduanya untuk menikah. Rasulullah hanya sedang menunggu pinangan Ali. Di masa mendatang sejarah membuktikan ketika Ali dan Fathimah sudah menikah, ia berkata kepada Ali, suaminya, “Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda.” Saya yakin kita tahu siapa yang dimaksud oleh Fathimah. Ini perspektif saya.

Hal ini diperkuat oleh pernyataan singkat Ali, “Aku terkenang pada Fathimah binti Rasulullah.” Satu kalimat itu sudah mewakili apa yang diinginkan Ali. Rasulullah sangat memahami ini. Beliau adalah seseorang yang sangat peka akan apa-apa yang diinginkan orang lain dari dirinya. Beliau memiliki empati terhadap orang lain dengan demikian kuat. Beliau memahami bentuk sempurna keinginan seseorang seperti Ali dengan beberapa kata saja.

Dan jawaban Rasulullah pun menunjukkan hal yang serupa, “Ahlan wa sahlan!” Ungkapan sambutan selamat datang atas sebuah penantian.

Jadi, dengan perspektif ini, kita akan memahami bahwa lelaki shalih yang datang untuk meminang bisa ditolak pinangannya, tanpa akan menimbulkan fitnah di muka bumi ataupun kerusakan yang meluas. Wanita shalihah yang dipinang Salman Al Farisi telah menunjukkan kepada kita, bahwa ia mencintai Abud Darda’ dan menolak pinangan lelaki shalih dari Persia itu. Rasulullah pun telah menunjukkan pada kita bahwa ia menolak pinangan dua lelaki tershalih di masanya karena Fathimah mencintai lelaki shalih yang lain, Ali Bin Abu Thalib. Di sini, kita belajar bahwa cinta adalah argumentasi yang shahih untuk menolak, dan cinta adalah argumentasi yang shahih untuk mempermudah jalan bagi kedua pecinta berada dalam singgasana pernikahan.

Mari kita dengarkan sebuah kisah yang dikisahkan Ibnu Abbas dan diabadikan oleh Imam Ibnu Majah. Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah. “Wahai Rasulullah,” kata lelaki itu, “Seorang anak yatim perempuan yang dalam tanggunganku telah dipinang dua orang lelaki, ada yang kaya dan ada yang miskin.”

“Kami lebih memilih lelaki kaya,” lanjutnya berkisah, “Tapi dia lebih memilih lelaki yang miskin.” Ia meminta pertimbangan kepada Rasulullah atas sikap yang sebaiknya dilakukannya. “Kami,” jawab Rasulullah, “Tidak melihat sesuatu yang lebih baik dari pernikahan bagi dua orang yang saling mencintai, lam nara lil mutahabbaini mitslan nikahi.”

Cinta adalah argumentasi yang shahih untuk menolak. Di telinga dan jiwa lelaki ini, perkataan Rasulullah itu laksana setitis embun di kegersangan hati. Menumbuhkan tunas yang hampir mati diterpa badai kemarau dan panasnya bara api. Seakan-akan Rasulullah mengatakannya khusus hanya untuk dirinya. Seakan-akan Rasulullah mengingatkannya akan ikhtiar dan agar tiada sesal di kemudian hari.

“Cinta itu,” kata Prof. Dr. Abdul Halim Abu Syuqqah dalam Tahrirul Ma’rah fi ‘Ashrir Risalah, “Adalah perasaan yang baik dengan kebaikan tujuan jika tujuannya adalah menikah.” Artinya yang satu menjadikan yang lainnya sebagai teman hidup dalam bingkai pernikahan.

Dengan maksud yang serupa, Imam Al Hakim mencatat bahwa Rasulullah bersabda tentang dua manusia yang saling mencintai. “Tidak ada yang bisa dilihat (lebih indah) oleh orang-orang yang saling mencintai,” kata Rasulullah, “Seperti halnya pernikahan.” Ya, tidak ada yang lebih indah. Ini adalah perkataan Rasulullah. Dan lelaki ini meyakini bahwa perkataan beliau adalah kebenaran. Karena bagi dua orang yang saling mencintai, memang tidak ada yang lebih indah selain pernikahan. Karena cintalah yang menghapus fitnah di muka bumi dan memperbaiki kerusakan yang meluas, insya Allah.

Cinta adalah argumentasi yang shahih untuk menolak, dan cinta adalah argumentasi yang shahih untuk mempermudah jalan bagi kedua pecinta berada dalam singgasana pernikahan.



Selasa, 04 Januari 2011

RUMAH ABADI

Memandang Langit......

selalu tampak biru

walau buram ditelan mendung

memandang awan...

selalu tampak putih

walau kelabu ditelan kabut yang menggulung

memandang bumi...

tampak hamparan sawah, ladang dan hutan

bangunan-bangunan rumah yang menjulang

tempat penat dilepaskan

rasa lelah dihempaskan

saling membagi kedamaian

letusan gunung,

guncangan bumi,

meluapnya air

mengamuknya angin

adalah pembelajaran alam

berkaca pada diri

apa yg sudah dilakukan

ketika kedamaian direnggut

rumah megah diluluhlantakkan

keluarga tercerai beraikan

ruh dikembalikan....

tinggalah diri tercampak dalam kehinaan

tak ada lagi rumah mewah kebanggan

atau harta benda kesayangan

tinggal badan.....

berbalut kafan

berteman amalan

terpuruk dalam gelapnya bumi

jadi rumah abadi

tempat akhir alam dinanti...

sebelum pulang ke "rumah Abadi"

Annaari atau... Jannati....

Daftar Blog Saya