Hukum Islam Tentang Menambahkan
Nama Suami Di Belakang Nama Istri
01/03/2011 by Duddy
Setelah
menikah, terkadang seorang wanita menambahkani namanya belakangnya dengan nama
suaminya. Dan banyak seorang wanita muslimah setelah menikah, lalu menisbatkan
namanya dengan nama suaminya, misalkan: Maryani menikah dengan Amiruddin,
kemudian ia memakai nama suaminya sehingga namanya menjadi Maryani Amiruddin.
Bagaimana
pandangan Islam mengenai perihal penamaan ini ? Dalam ajaran Islam, Hukum
Penamaan adalah hal yang penting. Setiap laki-laki ataupun perempuan hanya
diperbolehkan menambahkan “nama ayahnya” di belakang nama
dirinya dan mengharamkan menambahkan nama lelaki lain selain ayahnya di
belakang namanya, meskipun nama tersebut adalah nama suaminya.
Karena dalam ajaran Islam. Nama lelaki di belakang nama seseorang berarti keturunan atau anak dari lelaki tersebut. Sehingga, tempat tersebut hanya boleh untuk tempat nama ayah kandungnya sebagai penghormatan anak terhadap orang tua kandungnya.
Karena dalam ajaran Islam. Nama lelaki di belakang nama seseorang berarti keturunan atau anak dari lelaki tersebut. Sehingga, tempat tersebut hanya boleh untuk tempat nama ayah kandungnya sebagai penghormatan anak terhadap orang tua kandungnya.
Berbeda
dengan budaya barat, seperti istrinya Bill Clinton: Hillary Clinton yang nama
aslinya Hillary Diane Rodham; istrinya Barrack Obama: Michelle Obama yang nama
aslinya Michelle LaVaughn Robinson, dan lain-lain.
Hadist
mengenai perihal penamaan ini sangat shahih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
مَنِ ادَّعَى
إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ أَوْ انْتَمَى إِلَى غَيْرِ مَوَالِيهِ، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ
اللهِ وَالمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ، لاَ يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُ يَوْمَ
القِيَامَةِ صَرْفًا وَلاَ عَدْلاً
“Barang
siapa yang mengaku sebagai anak kepada selain bapaknya atau menisbatkan dirinya
kepada yang bukan walinya, maka baginya laknat ALLAH, malaikat, dan segenap
manusia. Pada hari Kiamat nanti, ALLAH tidak akan menerima darinya ibadah yang
wajib maupun yang sunnah”
Dikeluarkan
oleh Muslim dalam al-Hajj (3327) dan Tirmidzi dalam al-Wala’ wal Habbah bab Ma
ja’a fiman tawalla ghoiro mawalihi (2127), Ahmad (616) dari hadits Ali bin Abi
Tholib rodhiyallohu anhu.
Dan dalam
riwayat yang lain :
مَنِ ادَّعَى
إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ غَيْرُ أَبِيهِ، فَالجَنَّةُ
عَلَيْهِ حَرَامٌ
“Barang
siapa bernasab kepada selain ayahnya dan ia mengetahui bahwa ia bukan ayahnya,
maka surga haram baginya.”
Dikeluarkan
oleh Bukhori dalam al-Maghozi bab : Ghozwatuth Tho`if (3982), Muslim dalam
“al-Iman” (220), Abu Dawud dalam “al-Adab”
Hadist yang
juga mendukung hal ini adalah:
لَيْسَ لَهُ
فِيهِمْ – أي نسب – فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
Artinya:
tidaklah seseorang mendakwakan kepada selain ayahnya sedangkan dia
mengetahuinya kecuali dia telah kafir, barangsiapa yang mendakwakan kepada
suatu kaum sedangkan dia tidak memiliki nasab dari mereka, maka hendaklah dia
memesan tempatnya dalam neraka (Bukhari – 3508)
اللَّهِ
وَالْمَلائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ ) رواه ابن ماجة (2599) وصححه الألباني في
صحيح الجامع (6104
Dan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang menisbatkan
dirinya kepada selain ayahnya, maka baginya laknat ALLAH, para malaikat dan
manusia seluruhnya”. [HR Ibnu Majah(2599) dan dishahihkan oleh Syeikh
Al-Albani dalam Shahihul Jami’ (6104)]
Pemberlakuan
yang dibolehkan ialah dengan memberikan suatu keterangan: misalkan Astuti
menikah dengan Rahmat, maka silahkan memperkenalkan diri dengan sebutan:
Astusti istrinya Rahmat atau hanya dengan Nyonya Rahmat atau Ibu Rahmat.
Hal tersebut
di atas tidak berkaitan dengan permasalahan nasab/garis keturunan. Karena di
dalam hukum Islam jika Astuti menggabungkan namanya menjadi Astuti Rahmat, hal
itu berarti Astuti anak dari laki-laki yang bernama Rahmat.
Tidak kita
temukan dalam sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang menunjukkan bahwa
istri dinisbatkan kepada suaminya, karena para istri Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam yaitu para ibu kaum mukminin menikah dengan manusia yang
paling mulia nasabnya namun tidak seorang dari mereka yang dinisbatkan kepada
nama beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, bahkan mereka semua masih dinisbatkan
kepada ayah mereka meskipun ayah mereka kafir, demikian pula para istri sahabat
radhiallahu anhum dan yang datang setelah mereka tidak pernah mengganti nasab
mereka.
Kesimpulannya
kita sebagai muslim yang memiliki jati diri, yang taat kepada ALLAH Ta’alaa
hendaklah kita mencontoh apa yang telah diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam.
Semoga
bermanfaat.
Sumber: Sajadah Kalbu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar